Selasa, 16 Desember 2008

tugas ikd

PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Wilayah pesisir dan lautan Indonesia yang kaya dan beragam sumber daya alamnya telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani, sejak berabad-abad lamanya. Selain menyediakan berbagai sumber daya tersebut, wilayah pesisir Indonesia memiliki berbagai fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah.

Banyak faktor yang menyebabkan pola pembangunan sumber daya pesisir dan lautan selama ini bersifat tidak optimal dan berkelanjutan. Namun, kesepakatan umum mengungkapkan bahwa salah satu penyebabnya terutama adalah perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir dan lautan yang selama ini dijalankan secara sektoral dan terpilah-pilah. Padahal karakteristik dan dinamika alamiah ekosistem pesisir dan lautan yang secara ekologis saling terkait satu sama lain termasuk dengan ekosistem lahan atas, serta beraneka ragam sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan sebagai potensi pembangunan yang pada umumnya terdapat dalam satu hamparan ekosistem pesisir, mensyaratkan bahwa pembangunan sumber daya pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui pendekatan terpadu dan holistik. Apabila perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya tersebut akan rusak atau punah, sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk menopang kesinambungan pembangunan nasional dalam mewujudkan bangsa yang maju, adil dan makmur.

A. Tujuan

Tujuan kami melakukan observasi langsung ke daerah pantai tangkisung, yaitu untuk melakukan penelitian tentang:

· Kondisi fisik kawasan dan kemungkinan adanya pencemaran di sekitar lingkungan pantai.

· Kondisi flora dan fauna yang ada di sana.

· Kondisi kehidupan masyarakat di sana.

· Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Kealaman Dasar, yaitu Drs. Dharmono, M. Si.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kami tentang kelingkungan dan dapat memenuhi tugas Ilmu Kealaman dasar.

B. Tinjauan Pustaka

Data-data yang kami gunakan untuk menambah data-data hasil observasi langsung kami, kami tinjau dari:

· Buku riset kelautan dan perikanan.

· Buku pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan kelautan secara terpadu.

· Buku kelautan

· www.google.com

· www.yahoo.com

C. Metode Survey

Lokasi dan Waktu Riset

Riset observasi pemanfaatan sumber daya ikan, karang, dan kehidupan masyarakat ini dilakukan di pantai Takisung kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2008.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian Pantai dan Laut

Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia, pengertian pantai adalah landai, miring sedikit (datar menurun). Pantai merupakan suatu wilayah yang dimulai dari titik terendah air laut waktu surut hingga ke arah daratan sampai batas paling jauh ombak/ gelombang menjulur ke daratan. Jadi, daerah pantai dapat juga disebut daerah tepian laut. Dalam bahasa Inggris pantai disebut dengan istilah “Shore” atau “beach” . Adapun tempat pertemuan antara air laut dan daratan dinamakan garis pantai (shore line).

Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia, pengertian laut adalah kumpulan air asin yang banyak/ luas, yang menceraikan benua dengan benua, pulau dengan pulau, dsb. Lautan merupakan satu kesatuan dari permukaan, kolam air sampai ke dasar dan bawah dasar laut.

Wilayah tepian laut bentuknya bermacam-macam, ada yang landai dan ada pula yang curam. Tepian laut yang landai ini ada yang berpasir dan ada pula yang berlumpur. Tepian laut yang curam seperti dinding batu disebut “cliff”, pantai berpasir disebut “gisik” atau “sand beach” dan pantai berlumpur disebut “mud beach”. Laut merupakan bagian dari permukaan bumi yang memiliki wilayah air asin yang sangat luas dan terpisah dengan daratan. Wilayah laut ini menempati 2/3 atau 71% dari permukaan bumi.

Pantai tangkisung yang terletak di Pelaihari kini mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut terjadi karena ombak yang semakin tinggi hingga ke daerah pemukiman para nelayan. Selain itu, di pantai terdapat sampah organik maupun sampah non organik yang dibuang di pantai. Sampah atau limbah organik itu juga menyebabkan pencemaran laut. Walau limbah dari rumah tangga/ pemukiman dapat teruraikan, tetapi dampaknya terhadap kestabilan hidup di laut cukup besar.

Tingkat pencemaran yang makin tinggi ini terjadi karena 2 hal. Pertama, masyarakat masih memandang laut sebagai tempat pembuangan sampah. Kedua, tidak padunya kerja sama lintas sektoral dari aparat pemerintah.

Sumber pencemaran perairan pesiair dan lautan dapat dikelompokkan menjadi 7 kelas, yaitu industri, limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater), pertambangan, pelayaran (shipping), pertanian, dan perikanan budi daya.

Pencemaran dibagi menjadi 2 tipe. Yaitu, pencemaran limbah organik yang berasal dari pemukiman penduduk, dan limbah anorganik yang berasal dari industri. Pengaruh (limbah) darat lebih besar datang dari limbah yang tidak bisa teruraikan. Limbah anorganik sangat berbahaya bagi manusia.

Upaya pemerintah untuk menanggulangi masalah abrasi pantai dengan membangun siring dan menanam pohon. Tetapi, usaha untuk menanam pohon tersebut gagal, karena tidak dipelihara dan apabila air pasang pohon tersebut akan mati.

KESIMPULAN

1. Pantai merupakan suatu wilayah yang dimulai dari titik terendah air laut waktu surut hingga ke arah daratan sampai batas paling jauh ombak/ gelombang menjulur ke daratan.

2. Lautan merupakan satu kesatuan dari permukaan, kolam air sampai ke dasar dan bawah dasar laut.

3. Pantai tangkisung yang terletak di Pelaihari kini mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut terjadi karena ombak yang semakin tinggi hingga ke daerah pemukiman para nelayan.

4. Selain itu, di pantai terdapat sampah organik maupun sampah non organik yang dibuang di pantai. Sampah atau limbah organik itu juga menyebabkan pencemaran laut.

5. Tingkat pencemaran yang makin tinggi ini terjadi karena 2 hal. Pertama, masyarakat masih memandang laut sebagai tempat pembuangan sampah. Kedua, tidak padunya kerja sama lintas sektoral dari aparat pemerintah.

6. Pencemaran dibagi menjadi 2 tipe. Yaitu, pencemaran limbah organik yang berasal dari pemukiman penduduk, dan limbah anorganik yang berasal dari industri.

7. Upaya pemerintah untuk menanggulangi masalah abrasi pantai dengan membangun siring dan menanam pohon. Tetapi, usaha untuk menanam pohon tersebut gagal, karena tidak dipelihara dan apabila air pasang pohon tersebut akan mati.

MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT

Pengertian Masyarakat Madani

Masyarakat madani sebagai terjemahan dari civil society diperkenalkan pertama kali oleh Anwar Ibrahim (ketika itu Menteri Keuangan dan Timbalan Perdana Menteri Malaysia) dalam ceramah Simposium Nasional dalam rangka Forum Ilmiah pada Festival Istiqlal, 26 September 1995 (Hamim, 2000: 115). Istilah itu diterjemahkan dari bahasa Arab mujtama’ madani, yang diperkenalkan oleh Prof. Naquib Attas, seorang ahli sejarah dan peradaban Islam dari Malaysia, pendiri ISTAC (Ismail, 2000:180-181). Kata “madani” berarti civil atau civilized (beradab). Madani berarti juga peradaban, sebagaimana kata Arab lainnya seperti hadlari, tsaqafi atau tamaddun. Konsep madani bagi orang Arab memang mengacu pada hal-hal yang ideal dalam kehidupan.

Munculnya konsep masyarakat madani menunjukkan intelektual muslim Melayu mampu menginterpretasikan ajaran Islam dalam kehidupan modern, persisnya mengawinkan ajaran Islam dengan konsep civil society yang lahir di Barat pada abad ke-18. Konsep masyarakat madani digunakan sebagai alternatif untuk mewujudkan good government, menggantikan bangunan Orde Baru yang menyebabkan bangsa Indonesia terpuruk dalam krisis multidimensional yang tak berkesudahan.

Perumusan konsep masyarakat madani menggunakan projecting back theory (teori yang didasarkan pada sejarah awal kejadian) yang berangkat dari sebuah hadits yang mengatakan “Khayr al-Qurun qarni thumma al-ladhi yalunahu thumma al-ladhi yalunahu”, yaitu dalam menetapkan ukuran baik atau buruknya perilaku harus dengan merujuk pada kejadian yang terdapat dalam khazanah sejarah masa awal Islam dan bila tidak ditemukan maka dicari pada sumber normatif al-Qur’an dan Hadits (Hamim, 2000: 115-127).

Civil society yang lahir di Barat diislamkan menjadi masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat kota Madinah bentukan Nabi Muhammad SAW. Mereka mengambil contoh dari data historis Islam yang secara kualitatif dapat dibandingkan dengan masyarakat ideal dalam konsep civil society. Mereka melakukan penyetaraan itu untuk menunjukkan bahwa di satu sisi, Islam mempunyai kemampuan untuk diinterpretasi ulang sesuai dengan perkembangan zaman, dan di sisi lain, masyarakat kota Madinah merupakan proto-type masyarakat ideal produk Islam yang bisa dipersandingkan dengan konsep civil society.

Konsep masyarakat madani tidak langsung terbentuk dalam format seperti yang dikenal sekarang ini. Bahkan konsep ini pun masih akan berkembang terus akibat dari proses pengaktualisasian yang dinamis dari konsep tersebut di lapangan. Konsep masyarakat madani memiliki rentang waktu pembentukan yang sangat panjang sebagai hasil dari akumulasi pemikiran yang akhirnya membentuk profile konsep normatif seperti yang dikenal sekarang ini (Hamim, 2000: 112-113).

Kita sering mendengar dan melihat berbagai kasus yang berkenaan dengan penindasan rakyat sudah sangat mendarah daging dalam pemberitaan pers. Bak melalui media elektronik maupun media cetak. Sebut saja kasus penindasan yang terjadi ketika orde baru masih berkuasa. Yaitu penindasan terhadap keberadaan hak tanah rakyat yang diambil oleh penguasa dengan alasan pembangunan dan juga contoh lainnya dengan adanya DOM (Daerah Operasional Militer di Aceh), juga kita sering mendengar dan mengetahui penculikan para aktifis demokrasi di berbagai negara, termasuk di Indonesia dan akhir yang paling menyakitkan adalah ketika kita kehilangan ruang untuk mengemukakan pendapat kita di depan publik.

Pertanyaan – pertanyaan tersebut pada akhirnya akan bermuara pada perlunya mengkaji kembali kekuatan rakyat atau masyarakat (civil) dalam konteks interaksi relationship, baik antara rakyat dengan negara, maupun antara rakyat dengan rakyat. Kedua pola hubungan interaksi tersebut akan memposisikan rakyat sebagai baghian integrasi dalam komunitas negara yang memiliki kekuatan bergening dan menjadi komunitas masyarakat sipil yang memiliki kecerdasan, analisi kritis yang tajam serta mampu berinteraksi di lingkungannya secara demokratis dan berkeadaban.

Kemungkinan adanya kekuatan civil sebagai bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembang, yakni masyarakat madani. Wacana masyarakat Madani ini, merupakan wacana yang telah mengalami proses yang panjang. Ia muncul bersamaan dengan proses modernisasi terutama pada saat terjadi transformasi dari masyarakat feodal menuju masyarakat Barat modern, yang dikenal dengan istilah civil society.

Pengertian Masyarakat Madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam pengusaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Karena itu dalam sejarah filsafat, sejak filsafat Yunani sampai masa filsafat Islam juga dikenal istilah Madinah atau polis , yang berarti kota , yaitu masyarakat yang maju dan berperadaban. Masyarakat Madani menjadi symbol idealisme yang diharapkan oleh setiap masyarakat. Di dalam al-Quran, Allah memberikan ilustrasi masyarakat ideal, sebagai gambaran dari Masyarakat Madani dengan firman-Nya dalam Qs.34 (Saba’)ayat 15:

“(Negerimu)adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”

Kata madani adalah penyifatan terhadap kota Madinah, yaitu sifat yang ditujukkan oleh kondisi dan system kehidupan yang berlaku di kota Madinah.

Makna Masyarakat Madani

Dalam mendefenisikan tema masyarakat madani sangat bergantung pada kondisi sosio kultural suatu bangsa, karena bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan bangunan konsep yang lahir dari sejarah pergaulan bangsa Eropa Barat.

Zbiqniew Ran mendefenisikan masyarakat madani, dengan latar belakang kaitannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Soviet, ia mengatakan bahwa yang dimakud dengan masyarakat madani adalah merupakan suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang mengendalikan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai nilai – nilai yang mereka yakini. Ruang ini timbul diantara hubungan – hubungan yang merupakan hasil komitmen keluarga dan hubungan – hubungan yang menyangkut kewajiban mereka terhadap negara. Oleh karenanya, maka yang dimaksud masyarakat madani adalah sebuah ruang yang bebas dari pengaruh keluarga dan kekuasaan negara, dan pengaruh kekuasaan keluarga dan negara dalam masyarakat madani ini diekspresikan dalam gambar ciri – cirinya, yakni individualisme, pasar (market) dan pluralisme. Batasan yang dikemukakan oleh RAU ini menekankan pada adanya ruang hidup dalma kehidupan sehari – hari serta memberikan integrasi sistem nilai yang harus ada dalam masyarakat madani, yakni individualisme pasar (market) dan pluralisme.

Dan ada juga konsep yang dikemukakan oleh Kim Sunhuhyuk dalam konteks Korea Selatan, ia menyatakan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok – kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan – gerakan dalam masyarakat yang secara relatif otonom dari negara, yang merupakan satuan – satuan dasar dari (re) produksi dan masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan politik dalam suatu ruang publik, guna menyatakan kepedulian mereka dan memajukan kepentingan – kepentingan mereka menurut prinsip – prinsip pluralisme dan pengelolaan yang mandiri.

Pada makna diatas menggambarkan adanya organisasi masyarakat yang secara tidak langsung mempunyai polusi yang otonom dari pengaruh dan kekuasaan negara. Eksistensi, organisasi – organisasi ini mengisyaratkan adanya ruang publik (publik sphere) yang memungkinkan untuk menuangkan kepentingan – kepentingan tertentu dengan maksud – maksud tertentu pula.

Di Indonesia, terma masayarakat madani di terjemahkan secara berbeda-beda seperti masyarakat madani sendiri, masyarkat sipil, masyarakat kewargaan, masyarakat warga dan civil sosiety (tanpa diterjemahkan).

Masyarakat madani, sebagai terjemahan istilah civil society, pertama kali digunakna oleh Pato Seri Anwar Ibrahim dalam Ceramahnya pada Simposium National dalam rangka forum Ilmiah pada acara festifal Isiqlal, 26 September 1995 di Jakara. Konsep ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat memiliki peradaban maju.

Upaya untuk mengaktualisasikan demokrasi dan masyarakat madani di Indonesia melalui pendidikan kelihatannya masih harus menempuh jalan panjang. Pendidikan haruslah melakukan reorientasi dan berusaha menerapkan paradigma baru pendidikan nasional, yang tujuan akhirnya adalah pembentukan masyarakat Indonesia yang demokratis dan berpegang teguh pada nilai – nilai civilitty (Keadaan).

Apabila ingin membangun suatu tatanan masyarakat yang demokratis maka setiap warga negara haruslah melalui karakter atau jiwa yang demokratis pula.

Sebagai warga negara yang demokratis, hendaknya memiliki rasa hormat terhadap sesama warga negara terutama dalam konteks adanya Pluralitas masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, suku, ras, keyakinan, agama, dan ideologi politik. Selain itu, sebagai warga negara yang demokrat, seorang warga negara juga dituntut untuk turut bertanggungjawab menjaga keharmonisan hubungan antar etnis serta keteraturan dan keertiban negara yang berdiri diatas pluralitas tersebut. Setiap warga negara yang demokrat harus bersikap kritis terhadap kenyataan membuka diskusi dan dialog, bersikap terbuka, rasional, adil dan jujur.

Dalam paham civil society, rakyat bukanlah subordinat negara melainkan partner yang setara masyarakat mempunyai peranan yang dalam segala hal.

Masyarakat Madani Dalam Sejarah

Ada dua masyarakat dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat Madani, yaitu:

  1. Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
  2. Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjian Madinah antara Rasulullah saw beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj.

Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling tolong-menolong , menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan al-Quran sebagai konstitusi, menjadikan Rasulullah saw sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

Konsep Masyarakat Madani Menurut Islam

Konsep masyarakat madani menurut Islam adalah bentuk kehidupan masyarakat yang merujuk pada kehidupan masyarakat madinah pada zaman Nabi Saw. Perubahan besar yang telah dilakukan Nabi Saw kepada masyarakat Madinah pada waktu itu membuat kehidupan masyarakatnya menjadi lebih beradab. Perubahan-perubahan yang dibawa Islam sangat mendasar dan komprehensif. Dalam perilaku keseharian seseorang, Islam menghadirkan suatu perubahan radikal. Apa yang dialami masayarakat Madinah sebelum Islam harus dilemparkan jauh setelah mereka menerima Islam. Bangsa Arab tidak lagi dibatasi oleh hukum berdasarkan hubungan sosialnya yang terkenal kental di kalangan masyarakatnya.

Ia menjadi “terdisplinkan” oleh kekuatan syari’ah yang memberi warna dalam segala aspek kehidupannya, dalam perilaku moral dan kebiasaan, tidur dan bangun, makan dan minum, kawin dan cerai, jual dan beli. Keagungan keyakinan yang Islam tanamkan ke dalam hati para pemeluknya menjadikan mereka mampu menyingkirkan segala kepribadian pra-Islam yang telah menjadi kebiasaan mereka dalam seluruh aspeknya dan meraih kepribadian Islam dengan segala nilainya.

Islam membawa perubahan radikal dalam kehidupan individual dan sosial Madinah karena kemampuannya mempengaruhi kualitas seluruh aspek kehidupan, “(Kami mengambil) warna kami (sibghah) dari Allah, dan siapakah yang lebih baik dari sibghah Allah?”(al-Baqarah:138). Struktur masyarakat Madinah baru dibangun atas fondasi ikatan iman dan akidah yang tentu lebih tinggi dari solidaritas kesukuan (fanatisme/’ashabiyah) dan afiliasi lainnya.

1. Sistem Muakhah (Persaudaraan) Pada Zaman Nabi Saw

Islam menganggap orang-orang Mukmin sebagai saudara. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu adalah bersaudara....”(al-Hujurat:10). Membangun hubungan persahabatan yang akrab dan tolong-menolong dalam kebaikan adalah kewajiban bagi setiap Muslim.

Nabi membentuk ikatan persaudaraan (rabithah al-muakhah) di antara Muslim Mekah sebelum hijrah atas dasar kesetiaan terhadap kebenaran dan saling menolong. Dan Nabi menetapkan pesaudaraan di kalangan Muhajirin (Muslim Mekah) dan Anshar (Muslim Madinah).

2. Ikatan Iman Sebagai Dasar Hubungan Manusia

Ada banyak macam ikatan yang dapat menggabungkan masyarakat menjadi satu. Masyarakat berkelompok sesuai dengan suku, kebangsaan, negara atau kewarganegaraan, dll. Ketika Islam datang, masyarakat saat itu berkelompok sesuai dengan suku-suku, kelompok-kelompok, dan kewarganegaraan. Islam menjadikan ikatan sebagai dasar yang paling kuat yang dapat mengikat masyarakat dalam keharmonisan. Masyarakat Madinah dibangun oleh Islam di atas keimanan dan keteguhan terhadap Islam yang mengakui persaudaraan dan perlindungan sebagai sesuatu yang datang dari (perintah) Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukmin semuanya.

Suatu ikatan yang sangat berharga karena digali dari kesatuan iman, pikiran, dan spirit. Orang-orang beriman adalah saudara dan pelindung satu sama lain. Empati terhadap satu sama lain mengalir dalam darah mereka. Masyarakat seperti ini terbuka bagi siapa saja yang bermaksud bergabung, tanpa memandang perbedaan warna kulit, ras, dengan syarat ia dapat melepaskan warna-warna jahiliyahnya dan mengadopsi kepribadian Islam.

3. Cinta Sebagai Fondasi Masyarakat Madinah

Islam membangun masyarakat Madinah atas dasar cinta dan saling menolong. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Perumpamaan orang-orang Mukmin, dalam cinta, kasih sayang, kedekatan hubungan mereka, seperti satu badan. Jika ada anggota badan yang sakit, maka seluruh badan akan merespon dengan kesiagaan dan demam.” (HR. Muslim). Cinta, perasaan kasih sayang, dan menyambung hubungan silaturahmi membentuk dasar hubungan anggota masyarakat muslim, tua atau muda, kaya atau miskin, pemimpin atau rakyat jelata.

Ajaran Islam mendukug konsep sosialisasi cinta dalam suatu komunitas masyarakat sehingga disebutkan dalam sebuah hadits, “Tidaklah kalian benar-benar beriman sehingga ia mencintai bagi saudaranya, apa-apa yang ia mencintai bagi dirinya sendiri. (HR. Bukhari-Muslim).

4. Persamaan Antara Si Kaya dan Miskin

Islam mencegah adanya kesenjangan kelas dalam masyarakat, bahkan membangun persaudaraan antara si kaya dan si miskin dan menciptakan kesatuan dan kohesi internal untuk menghadapi berbagai macam kebutuhan. Allah berfirman, “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu mengenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan, apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”(al-Baqarah:273)

Dalam periode awal masyarakat Muslim ini, si kaya dan si miskin duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dalam memperjuangkan risalah Islam sehingga konflik kelas tidak pernah muncul disana.

Model masayarakat yang seperti inilah yang seharusnya terwujud dalam konsep masyarakat madani modern. Bertolak dan beradasar pada kehidupan masyarakat Madinah zaman Nabi Saw yang beradab, yang berpegang pada prinsip muakhah (sistem persaudaraan), ikatan iman yang kuat, rasa cinta sebagai fondasi masyarakat dan tidak adanya kesenjangan sosial.

Masyarakat Madani dan Negara

Konsep masyarakat madani tidak langsung terbentuk dalam format seperti yang dikenal sekarang ini. Bahkan konsep ini pun masih akan berkembang terus akibat dari proses pengaktualisasian yang dinamis dari konsep tersebut di lapangan. Konsep masyarakat madani memiliki rentang waktu pembentukan yang sangat panjang sebagai hasil dari akumulasi pemikiran yang akhirnya membentuk profile konsep normatif seperti yang dikenal sekarang ini (Hamim, 2000: 112-113).

Kadang, masyarakat madani dipahami sebagai masyarakat sipil, terjemahan civil society yang lahir di Barat pada abad ke-18. Hal tersebut diperkuat oleh latar belakang dimunculkannya civil society di Indonesia, sebagai kaunter terhadap dominasi ABRI (nama waktu itu untuk tentara dan polisi di Indonesia) yang menerapkan doktrin dwi fungsi, dimana ABRI memerankan tugas-tugas sipil sebagai penyelenggara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hampir semua kepala pemerintahan dari pusat sampai daerah dipegang oleh ABRI. Kebencian terhadap ABRI semakin dalam ketika mereka terkooptasi oleh rezim Soeharto untuk membungkam rakyat yang kritis terhadap gaya pemerintahan yang feodal dan otoriter. Orang juga tahu kalau ABRI berada di belakang semua aksi teror dan penculikan terhadap para aktivis demokrasi (Hamim, 2000: 113).

Para intelektual Muslim menjadikan Amerika Serikat sebagai model dari bentukan civil society. Di Amerika kekuasaan negara sangat terbatas dan tidak bisa mengintervensi hak-hak individu (biasa disebut dengan small stateness), namun sangat kuat dalam bidang pelaksanaan hukum (Azizi, 2000: 87). Sedangkan di Indonesia, yang terjadi adalah sebalinya. Akibatnya, di Indonesia sering terjadi pergantian pemerintahan, karena penegakkan hukum masih lemah dan MPR/DPR mempunyai kekuasaan yang besar.

Kita boleh menjadikan Amerika sebagai model dan bukan mengekor karena perbedaan situasi dan kondisi dari kedua negara tersebut. Kita mungkin dapat belajar dari pelaksanaan hukum di sana, dan mengkoreksi posisi negara yang lemah vis-à-vis masyarakat. Islam mengembangkan prinsip keseimbangan dalam segala aspek kehidupan. Dalam bidang hukum pun demikian, karena negara tidak boleh tunduk kepada keinginan masyarakat yang menyimpang dari akal sehat seperti menuruti suara mayoritas yang menghendaki diperbolehkannya minuman keras.

Tidak benar jika ingin mewujudkan masyarakat madani harus memperlemah posisi eksekutif seperti yang terjadi di Amerika. Selain bertentangan dengan prinsip keseimbangan juga mengingkari sejarah masyarakat madani ciptaan Nabi Muhammad SAW yang berbentuk negara. Kesan salah tersebut terjadi karena lahirnya civil society bersamaan dengan konsep negara modern, yang bertujuan: Pertama, untuk menghindari lahirnya negara absolut yang muncul sejak abad ke-16

Hegel dan Rousseau (Gamble, 1988: 56) memandang negara modern lebih dari sekedar penjamin bagi berkembangnya civil society, karena negara modern didirikan atas dasar persamaan semua warga negara, maka negara tidak hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan akhir tertentu bersama, seperti penjamin aturan pasar agar setiap individu dapat mengejar keperluannya; melainkan merupakan puncak dari sistem sosial, dimana nilai tertinggi bukan pada individu melainkan pada kehidupan bersama

Adam Seligman (Azizi, 2000: 88-89) mengemukakan dua penggunaan istilah civil society dari sudut konsep sosiologi, yaitu dalam tingkatan kelembagaan (organisasi) sebagai tipe sosiologi politik dan membuat civil society sebagai suatu fenomena dalam dunia nilai dan kepercayaan. Dalam pengertian yang pertama, civil society dijadikan sebagai perwujudan suatu tipe keteraturan kelembagaan dan dijadikan jargon untuk memperkuat ide demokrasi yang mempunyai delapan karakteristik.

Masyarakat Madani Dan Demokrasai

Nurcholis mengatakan bahwa tantangan masa depan demokrasi di negera Indonesia ini adalah bagaimana mendorong berlangsungnya proses – proses yang diperlukan untuk mewujudkan nilai – nilai madani. Dalam kaitan ini dengan mengutip beberapa sumber kontemporer Nurcholis mewujudkan beberapa titik penting pandangan demokratis yang harus menjadi pandangan hidup bagi masyarakat yang ingin mewujudkan cita – cita demokrasi dalam wadah yang disebut masyarakat madani, civil society. Pandangan – pandangan tersebut diringkas sebagai berikut :

1. Pentingnya Kesadaran kemajuan atau pluralisme

2. Berpegang teguh pada prinsip musawarah.

3. Menghindari bentuk – bentuk monolitisme dan absolutisme kekuasaan.

4. Cara harus sesuai dengan tujuan sebagai lewan dan tujuan mengahalalkan segala cara.

5. Meyakini dengan tulus bahwa kemufakatan merupakan hasil akhir musyawarah.

6. Memiliki perencanaan yang matang dalam memenuhi basic needs yang sesuai dengan cara – cara demokratis.

7. Kerjasama dan sikap antar warga masyarakat yang saling mempercayai iikad baik masing – masing.

8. Pendidikan demokrasi yang lived ini dalam sistem pendidikan..

9. Demokrasi merupakan proses trial and error yang akan menghantarkanh pada kedewasaan dan kematangan.

Dengan demikian, untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara menuju peradaban baru Indonesia, negeri adil terbuka, maka demokrasi tersebut harus dibangun dengan seefektif mungkin.

Dalam masyarakat madani, warga negara bekerja sama membangun ikatan sosial, jaringan produkstif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-gover mental untuk mencapai kebaikan bersama (public good) karena pada indepensinya terhadap negara (vis a vis the state). Dari sinilah kemudian masyarakat madani dipahami sebagai akar dan awal keterkaitannya dengan demokrasi dan demokratisasi masyarakat madani juga dipahami sebagai sebuah tatanan kehidupan yang menginginkan kesejahteraan hubungan antara warga negara dengan negara atas prinsip saling menghormati. Masyarakat madani berkeinginan membangun hubungan yang konsultatif bukan konfrontatif antara warga negara dan negara.

Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi, menurut Dawam Bagaikar dua sisi mata uang, keduanya bersifat ko – eksistensi. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana – suasana demokratislah civil society dapat berkembang dengan wajar.

Menyikapi keterkaitan masyarakat madani dengan demokratisasi ini, larry Diamond secara sistematis mneyebutkan ada 6 ( enam ) konstitusi masyarakat madani terhadap proses demokrasi. Pertama, ia menyediakan wacana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan pejabat negara. Kedua, Pluralisme dalam masyrakat madani, bila di organisir akan menjadi dasar yang penting bagi persaingan demokratis. Ketiga, memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan. Keempat, ikut menjaga stabilitas negara. Kelima, tempat menggembleng pimpinan politik. Keenam, menghalangi dominasi rezim.

Dalam masyarakat madani terdapat nilai – nilai yang universal tentang pluralisme yang kemudian menghilangkan segala bentuk kecendrungan partikularisme dan sektrarianisme. Hal ini dalam proses demokrasi menjadi elemen yang sangat signifikan yang mana masing – masing individu, etnis dan golongan mampu mengahrgai kebhinekaan dan menghormati setiap kebutuhan yang diambil satu golongan atau individu.

Selain itu, sebagai bagian dari strategi demokratisasi , masyarakat madani memiliki perspektif sendiri dalam perjuangan demokrasi dan memiliki spekttrum yang luas dan berjangka panjang. Dalam perspektif masyarakat madani demokratisasi tidak hanya dimaknai sebagai posisi diametral dan antitesa negara, melainkan bergantung pada situasi dan kondisinya. Ada saatnya demokratisasi melalui masyarakat madani harus garang dan keras terhadap pemerintah, namun ada saatnya juga masyarakat madani juga harus ramah dan lunak.

Masyarakat Madani dan Penegakan Hak – Hak Sipil Keagamaan di Indonesia

Menuju masyarakat madani melalui penegakan hak – hak sipil keagamaan dimana negara Indonesia adalah negara hukum yang diartikan sebagai negara dimana tindakan pemerintah maupun rakyatnya didasarkan atas hukum untuk mencegah adanya tindakan kesewenang – wenangan dari pihak penguasa dan tindakan rakyat menurut kehendak sendiri.

Sebagai unsur – unsur yang klasik yang dipakai dalam negara yaitu diakuinya adanya hak – hak asasi yang harus dilindungi oleh pihak penguasa dan sebagai jaminannya ialah diadakan pembagian kekuasaan.

Negara hukum mempunyai 4 unsur :

1. Hak – hak asasi

2. Pembagian kekuasaan.

3. Adanya undang – undang bagi tindakan pemerintah.

4. Peradilan administrasi yang berdiri sendiri.

Untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan – bentrokan dalam masyarakat negara harus melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa negara bertindak sebagai stabilisator.

Negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan – hubungan manusia dalam masyarakat dan mentertibkan gejala – gejala kekusaan manusia dalam masyarakat dan gejala – gejala kekuasaan dalam masyrakat. Negara menetapkan cara- cara dan batas – batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalma kehidupan. Pengendalian ini berdasarkan sistem hukum dan dengan peraturan pemerintah serta segala alat – alat perlengkapan.

Untuk menegaskan kedudukan agama ini maka telah disebutkan bahwa neagara Republik Indonesia berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada “Ketuhaan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, serta dengan mewujudkan Suatu Keadilan Sosial Bagi Sleuruh Rakyat Indonesia”.

Prinsip Ketuhanan ini menegaskan bahwa masing – masing orang Indonesia hendaknya bertuhan . Mereka yang beragama Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al – Masih, yang beragama Islam menjalankan ibadahnya menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, umat Hindu menjalankan ibadahnya menurut kitab – kitab yang ada padanya, begitu pula umat Budha.

Nilai – nilai ketuhanan menuntut tumbuhnya sikap dan perbuatan yang sesuai dengan norma – norma dan moral yang diajarkan oleh agama – agama yang bersumber dari Tuhan. Hal ini mengingat bahwa agama adalah dasar dan asas moral bangsa dan masyarakat yang berfilsafah pancasila. Untuk itu maka nilai – nilai agama mendapat tempat interprestasi dan implementasi dalam pancasila sebagai dasar filsafah dan ideologi ngara. Bangsa Indonesia diakui sebagai bangsa yang beragama.

Indonesia adalah negara serba ganda (plural stabe). Bangsa Indonesia telah hidup dengan keserbagandan ini sejak zaman leluhur. Dari bisa di telusuri kembali sejarah bangsa Indonesia sejak zaman leluhur itu, tidak terdapat fakta tentang adanya usaha – usaha untuk mempermasalahkan keserbagandaan ini.

Dalam membangun dan membina masyarakat dan bangsa dengan totalitasnya, perlu dipikirkan terutama terhadap generasi penerus, agar keberagaman yang telah interen dengan alam dan kondisi Indonesia ini dipahami dan diterima oleh mereka. Dengan pengertian tidak menjadikan keberagaman ini sebagai topik permasalahan terutama yang sifatnya sensitif sekali, yaitu agama.

Indonesia sebagai negara pancasila, dalam penganutan agama prinsip kebebasan di junjung tinggi, termasuk untuk menyiarkan agama itu sendiri. Negara dan pemerintah tidak menghalangi setiap golongan agama untuk menyiarkan dan menyebarkan agamanya. Namun kebebasan disini tidak dapat ditafsirkan dengan kebebasan tanpa batas dan harus didasarkan kepada prinsip pancasila dan UUD 1945 dengan berorientasi kepada pemeliharaan persatuan dan rasa kebangsaan. Pluralitas agama atau masalah agama, artinya bila masalah agama tidak menjadi perhatian yang layak sehingga tidak terciptanya kerukunan umat beragama maka integritas bangsa dan negara akan tergoyahkan, bila dimana bentuk ekstrim bahkan dapat berbahaya, masalah suku tumbuh lagi.

Hak – hak atau hak asasi dalam masyarakat dan bangsa meliputi, kemerdekaan beragama, mendapatkan pendidikan dan pengajaran, kebebasan mengeluarkan pikiran baik denganh lisan atau tulisan, mendapatkan tempat atau rumah dan sebagainya.

Dalam masyarakat madani, setiap manusia mempunyai hak sama dan dipandang sebagai kenyataan, baik secara pribadi ataupun secara bergolongan. Setiap anggota masyarakat menyadari posisi masing – masing baik ia sebagai anggota masyarakat biasa, karyawan, pejabat ataupun sebagai penguasa, bahwa ia mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

Dalam kebebasan atau kemerdekaan terkandung kebebasan beragama dan kebebasan mengeluarkan pendapat. Kebabasan beragama, tiap penganut atau tiap golongan agama mempunyai kebebasan dan perlindungan yang sama dalam menganut agama dan melaksanakan ibadat agamanya. Tiap Undang – Undang atau peraturan yang dibuat pemerintah atau oleh lembaga negara tidak bertentangan dengan agama yang dianut oleh warganya.

Karakteristik Masyarakat Madani

Masyarakat madani sebagai masyarakat ideal memiliki karakteristik sebagai berikut :

  1. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama , yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
  2. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
  3. Tolong-menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
  4. Toleran, artinya mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
  5. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
  6. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan hidup umat manusia.
  7. Berakhlak mulia.

Adapun karakteristiknya pertama, Free Public Sphere adalah adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi – transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kehawatiran. Persyarat ini dikemukakan oleh Arendit dan Habermal lebih lanjut dikatakan bahwa ruang publik secara teoritis bisa diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Warga negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.

Kedua, Demokrasi merupakan satu entitas yang menajdi penegak wacana masyarakat madani, diaman dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk meyakinkan aktifitas kesehariannya, termasuk berinteraksi dengan lingkungannya. Demokrasi berarti masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras, dan agama. Prasarat demokratis ini banyak di kemukakan oleh para pakar yang mengkaji fenomena masyarakat madani. Bahkan demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak bagi penegakan masyarakat madani.

Ketiga, toleransi meupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dikemukakan orang lain. Toleransi ini memungkinkan akan adanya kesadaran masing – masing individu untuk menghargai dan menghormati pendapat serta aktifitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat yang lain berbeda. Toleransi menurut Nurcholish Madjid merupakan persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang “enak” anatra berbagai kelompok yang berbeda – beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai “hikmah” atau “manfaat” dari pelaksanaan ajaran yang benar.

Azyumardi Azra pun menyebutkan bahwa masyarakat madani (civil society) lebih dari sekedar gerakan – gerakan pro demokrasi. Masyarakat madani juga mengacu ke hidupan yang berkualitas dan tamaadun (civil). Civilitas meniscayakan ideransi, yakni kesediaan individu – individu untuk menerasi pandangan – pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda.

Empat, Pluralisme merupakan satuan prasarat penegakan masyarakat madani, maka pluralisme harus dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatacara kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari – hari pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu sebagai bernilai positifdan merupakan rahmat Tuhan.

Menurut Nurcholis Madjid, konsep pluralisme ini merupakan prasyarat bagi tegaknya masyarakat madani. Pluralisme menurutnya adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan – ikatan keadaan. Bahkan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengembangan.

Lebih lanjut Nurcholish mengatakan bahwa sikap penuh pengertian kepada orang lain itu diperlukan dalam masyarakat yang majemuk, yakni masyarakat yang tidak menolitik.

Kelima, keadilan sosial merupakan keadilan yang menyebutkan kesimbangan dan pembagian yang proposional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.

Dalam pemikiran mengenai format bernegara menuju Indonesia Baru Pasca Orde Baru (era reformasi ) teridentifikasi konsep masyarakat madani yang telah berkembang sebagai alternatif pendekatan, karena masyarakat madani berisikan nilai – nilai dan konsep – konsep dasar tetentu yang berguna dalam rangka pemberdayaan masyarakat atau lebih menyeimbangkan posisi dan peran penentuan yang tetap terasa pada perwujudan cita – cita berbangsa dan bernegara sebagaimana di amanatkan UUD 1945.

Adapun nilai – nilai dasar masyarakat madani antara lain adalah kebutuhan, kemerdekaan, hak asasi dan martabat manusia, kebangsaan, demokrasi, kemajemukan, kebersamaan, persatuan dan kesatuan, kesejahteraan, keadilan dan supermasi hukum, dan sebagainya.

Menciptakan masyarakat madani merupakan peluang bagi agama. Menurut Ayatullah Khomuni, ada keterkaitan erat antara agama dan politik. Masyarakat madani dapat juga dikatakan sebagai sebuah “revolusi”.

Dalam rangka memberdayakan masyarakat untuk memikul tanggung jawab pembangunan, peran pemerintah dapat ditingkatkan antara melalui :

1. Pengurangan hambatan dan landasan – landasan bagi kreatifikasi dan partisipasi masyarakat.

2. Perluasan akses, pelayanan untuk menunjang berbagai kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.

3. Penghargaan program untuk lebih meningkatkan kemampuan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat berperan aktif dalam memanfaatkan dan mendayagunakan sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai tambah tinggi, guna meningkatkan kesejahteraan mereka.

Kualitas SDM Umat Islam

Dalam QS. 3 (Ali Imran): 110 Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok umat manusia yang Allah ciptakan. Diantara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggukan kualitas SDMnya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam al-Qur’an itu sifatnya normative, potensial, bukan riil.Realitas dari norma tersebut bergantung pada kemampuan umat Islam sendiri untuk memanfaatkan norma atau potensi yang telah dimilikinya.

Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normative atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan : ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi,politik, dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain. Kemunduran umat Islam terjadi pada pertengahan abad 13 setelah Dinasti Bani Abbas dijatuhkan oleh Hulagu Khan, cucu Jengis Khan.

Semangat untuk maju berdasar nilai-nilai Islam telah mulai dibangkitkan melalui pemikiran Islamisasi ilmu pengetahuan, Islamisasi kelembagaan ekonomi melalui lembaga ekonomi dan perbankan syari’ah dll.

Posisi Umat Islam

SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitasnya yang unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Dari segi jumlah, umat Islam cukup besar, begitu pula dari segi potensi alamnya, wilayah Negara Islam memiliki kekayaan alam yang dominan, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, eksploitasi kekayaan alamnya itu dilakukan oleh orang-orang atau bangsa non Islam sehingga keuntungan terbesar diperoleh orang non muslim.

Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM-nya masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proposional.

Sistem Ekonomi Islam

Menurut Ekonomi Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Setiap ikatan atau hubungan antara seseorang dengan orang lain dan penghasilannya yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid adalah ikatan atau hubungan yang tidak Islami. Menurut ajaran Islam hak milik mutlak hanya ada pada Allah saja. Hal ini berarti bahwa hak milik yang ada pada manusia hanyalah hak milik nisbi atau relatif. Persyaratan-persyaratan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan kodrat manusia itu sendiri, yaitu dengan system keadilan dan sesuai dengan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya. Hak milik perorangan didasarkan atas kebebasan individu yang wajar dan kodrati sedang kerjasama didasarkan atas kebutuhan dan kepentingan bersama. Menurut ajaran Islam, manfaat dan kebutuhan akan materi adalah untuk kesejahteraan seluruh umat manusia, bukan hanya sekelompok manusia saja (Ismail R. al-Faruqi,1982:205).

Dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama, yakni pertama, tidak seorang pun atau sekelompok orang pun yang berhak mengeksploitasi orang lain, dan kedua tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja. Dengan demikian seorang muslim harus mempunyai keyakinan bahwa perekonomian suatu kelompok, bangsa maupun individu pada akhirnya kembali berada di tangan Allah.

Selain sedekah, dalam ajaran Islam masih ada beberapa lembaga yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan harta kekayaan seseorang, yakni infak, hibah, zakat, dan wakaf.

Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat. Kedua hubungan itu harus berjalan serentak. Menurut ajaran Islam, dengan melaksanakan kedua hubungan itu hidup manusia akan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat kelak. Untuk mencapai tujuan kesejahteraan dimaksud, di dalam Islam selain dari kewajiban zakat, masih disyariatkan untuk memberikan sedekah, infaq, hibah dan wakaf kepada pihak-pihak yang memerlukan. Lembaga-lembaga tersebut dimaksudkan untuk menjembatani dan memperdekat hubungan sesame manusia terutama hubungan antara kelompok yang kuat dengan kelompok yang lemah antara yang kaya dengan yang miskin.

Manejemen Zakat

  1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat

Zakat merupakan pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk mengalhkan kelemahan dan mempratikkan pengorbanan diri serta kemuruhan hati. Pelaksanaan zakat akan membahagiakan dan menimbulkan rasa puas dalam diri “muzakki”(wajib zakat) karena telah menyempurnakan kewajiban kepada Allah. Zakat sebagai lembaga sosial keagamaan telah tua umurnya dan telah dikenal dalam agama wahyu yang dibawa oleh para rasul terdahulu.

Dilihat dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Pendapat lain mengatakan bahwa kata dasar “zaka” berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada yang berhak. Menurut Nawawi, jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu “menambah banyakm membuat lebih berarti dan melindungi kekayaan dari kebinasaan” (Yusuf al-Qardlawi,1969:37-38). Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah jiwa dan kekayaan orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya akan bertambah (al-lazin:590).

Zakat selain merupakan ibadah kepada Allah juga mempunyai dampak sosial yang nyata. Dari satu segi zakat adalah ibadah dan dari segi lain ia merupakan kewajiban sosial. Zakat merupakan salah satudana atau harta masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk menolong orang-orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari sehingga dapat mempunyai kesempatan untuk hal-hal yang lebih luhur.

Zakat merupakan dasar prisipiil untuk menegakkan struktur sosial Islam. Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Zakat adalah perintah Allah yang harus dilaksanakan. Dalam al-Qur’an dan al-hadis banyak perintah untuk melaksanakan zakat antara lain QS:2 (al-Baqarah): 110

“Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan darimu, tentu kamu akan mendapatkan pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah itu Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan”.

Adapun hadis yang dipergunakan dasar hokum diwajibkannya zakat antara lain adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut:

Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw. Ketika mengutusMu’az ke Yaman, ia bersabda:”Sesungguhnya engkau akan dating ke satu kaum dari Ahli kitab,oleh karena itu ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Kemudian jika mereka taat kepadamu untuk ajakan itu, maka beritahukanlah kepada mereka , bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka atas mereka salat lima kali sehari semalam: lalu jika mereka mentaati kamu untuk ajakan itu, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka lalu dikembalikanlah kepadaorang-orang miskin mereka, kemudian jika mereka taatkepadamu untuk ajakan itu, maka berhati-hatilah kamu terhadap kehormatan harta-harta mereka,dan takutlah terhadap do’a orang yang teraniaya, karena sesungguhnya antara do’a itu dan Allah tidak hijab (pembatas)”.

Al-Qur’an menyebutkan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya hanya dengan kata-kata yang sangat umum, yakni harta benda atau kekayaan seperti yang tersebut dalam surat al-Taubah ayat 103.

Khusus mengenai orang yang berhak menerima zakat disebutkan secara jelas dalam QS.9 (al-Taubah):69:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibuluk hatinya untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalamperjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

B.Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia

Sejak Islam dating di Indonesia, zakat, infak, sedekah merupakan sumber dana untuk pengembangan ajaran Islam dan perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda khawatir dana tersebut akan dipergunakan untuk perlawanan terhadap mereka kalau masalah zakat dan fitrah tidak di atur. Pada tanggal 4 Agustus 1983 Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Bijblad nomor 1892 yang berisi kebijaksanaan Pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan zakat dan fitrah yang dilakukan oleh penghulu atau Naib sepanjang tidak terjadi penyelewengan keuangan.

  1. Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif

Sehubungan dengan pengelolaan zakat yang kurang optimal, ada sebagian masyarakat yang tergerakhatinya untukmemikirkan pengelolaan zakat itu secara produktif.sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam khususnya dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu pada tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau lembaga zakat yang bertugas mengelola dana ZIS (Zakat, Infak, Sedekah) dari karyawan perusahaan yang bersangkutan dari masyarakat seperti Dompet dhu’afa republika.

Tujuan umum usaha-usaha pengembangan zakat di Indonesia ialah agar bangsa Indonesia lebih mengamalkan seluruh ajaran agamanya, dalam hal ini zakat yang diharapkan dapat menunjang perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai masyarakat adil dan makmur materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Manajemen Wakaf

  1. Wakaf dan Permasalahannya di Indonesia

Wakaf adalah salah satubentuk dari lembaga ekonomi Islam. Ia merupakan lembaga Islam yang satusisi berfungsi sebagai ibadah kepada Allah, sedangkan di sisi lain wakaf juga bersifat sosial. Wakaf muncul dari suatu pernyataan dan perasaan iman yang mantap dan solidaritas yang tinggi antara sesame manusia. Oleh karenanya wakaf adalah salah satu lembaga Islam yang dapat dipergunakan bagi seorang muslim untuk mewujudkan dan memelihara hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam masyarakat.

Di Indonesia wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk di Indonesia. Sebagai suatu lembaga Islam wakaf telah menjadisalah satu penunjang perkembangan masyarakat Islam. Sebagian besar rumah ibadah perguruan Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya dibangun di atas tanah wakaf.

  1. Manajemen Pengelolaan Wakaf di Indonesia

Nadzir adalah orang yang diserahi tugas untuk mengurus dan memelihara benda wakaf. Pengertian ini di Indonesia dikembangkan menjadi kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas untuk mengurus dan memelihara benda wakaf.

Jadinperan nadzir dalam pengelolaan wakaf sangat penting.

MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT

Hadiawati

Oleh

Sabrina Maulida

Riska Rachmi

Rabiatul Adawiyah

Indri Ananda Sari

Pendidikan Ekonomi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Univesitas Lambung Mangkurat